Uncategorized

Seorang Jurnalis Laporkan Oknum Sintua Salah Satu Gereja

Medan, NOKTAH SUMUTcom – Dunia jurnalisme di Sumatera Utara kembali tercoreng dengan tindak pengancaman terhadap seorang jurnalis senior, Nurlince Hutabarat (62). Wanita berusia senja yang telah puluhan tahun mengabdikan diri pada dunia pers itu terpaksa melaporkan oknum St. Kristian Sihombing alias St KS, bersama dua orang yakni isteri dan mertuanya perempuan Ke Polsek Medan Barat, setelah mengalami tindakan pengancaman hingga tamparan di depan rumahnya di Jalan T Amir Hamzah Gang Melati II No.32, Kelurahan Sei Agul, Medan Barat.

Adapun alasan seorang Jurnalis Laporkan Oknum Sintua Salah Satu Gereja tersebut dalam, Laporan itu dituangkan resmi dalam LP/B/278/IX/2025/SPKT/Polsek Medan Barat/Polrestabes Medan/Polda Sumatera Utara tertanggal 26 September 2025, terkait dugaan tindak pidana pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 369 KUHP jo UU No.1 Tahun 1946.

Kronologi: Dari Mencari Anak, Berujung Teror

Peristiwa bermula pada Minggu dini hari, 30 Agustus 2025, saat Nurlince mencari anaknya yang belum pulang ke rumah. Ia sempat singgah ke kediaman tetangganya, Tiarma Situmorang, namun tak bertemu. Saat kembali ke rumah, tanpa alasan yang jelas, muncul tiga orang—St. Kristian Sihombing dengan batang sapu, Resta Pandiangan memegang batu, hendak melempar ke korban serta Rianti Marbun dengan mulut berapi-api.

Situasi makin panas ketika St. Kristian marah-marah, Resta berteriak dengan kata-kata makian, dan Rianti tiba-tiba menampar pipi kanan korban. “Aku trauma, takut sendiri di rumah, seakan-akan merasa nyawa ini tidak lagi aman,” ungkap Nurlince lirih.

Dalam refleksinya, Nurlince menyebut peristiwa itu bukan sekadar serangan fisik, melainkan cermin betapa topeng kesalehan sering menutupi watak buas.

“Ketika sintua berubah jadi algojo, doa tak lagi naik ke langit, tapi jatuh ke tanah berlumur nista.”

“Serigala berbulu domba bisa menyelinap ke altar, tapi tak bisa menyembunyikan taringnya dari korban.”

“Siapa yang berteriak atas nama iman, tapi menampar seorang ibu, sejatinya telah menampar wajah Tuhan.”

“Tongkat sapu di tangan sintua bisa lebih berbahaya dari pedang, bila digunakan untuk mengancam, bukan melayani.”

“Ketika batu di tangan jemaat jadi senjata, maka rumah ibadah kehilangan makna sebagai tempat damai.”

“Oknum sintua yang menakut-nakuti seorang jurnalis, sedang menulis sejarah kelam gerejanya sendiri.”

“Lebih baik tidak berseragam rohani, daripada berpura-pura kudus tapi bertindak setan.”

Seruan Tegas untuk Penegakan Hukum

Nurlince optimis Polsek Medan Barat segera menindaklanjuti laporannya, demi menegakkan hukum dan memberi perlindungan bagi warga. “Saya hanya seorang ibu singel parent dari dua anak, , seorang jurnalis yang ingin hidup aman. Tapi ketika ketidakadilan masuk ke pekarangan rumah, saya percaya hukum harus menjadi pagar terakhir,” tegasnya.

Kasus ini menjadi alarm bagi kita agar tak terulang kembali bagi siapapun, termasuk oknum sintua yang takut akan Tuhan. (Sri Sahati)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *