Uncategorized

Ephorus HKBP Berseru: “Tanah Ini Kudus — Hentikan Perampasan dan Luka Ekologi di Tanah Batak!”

Humbang Hasundutan, Toba, Taput,
NoktahsumutcomSeruan profetis menggema dari jantung Tanah Batak. Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dengan suara penuh wibawa menyerukan pertobatan ekologis di tengah gelombang keserakahan manusia yang merampas tanah, menjarah hutan, dan mencemari air suci Danau Toba — warisan ciptaan yang kini kian merintih.

“Tanah ini bukan milik pribadi, tapi warisan Tuhan bagi generasi. Siapa yang menodai tanah, sesungguhnya menodai kasih Tuhan,” tegas Ephorus HKBP, dari Pusat Perkantoran HKBP Pearaja, Tarutung.

Beliau menyoroti bahwa kini air Danau Toba kian keruh, ikan mati mengapung, udara tercemar, dan tanah longsor menelan harapan warga di berbagai titik — dari Sipalakki Humbang Hasundutan hingga pesisir Balige dan lereng Taput.

Semua itu menjadi tanda bahwa Tanah Batak sedang menangis, berduka, bukan oleh murka Tuhan, tetapi oleh dosa ekologis manusia.

“Ketika manusia kehilangan rasa hormat terhadap alam, maka ia kehilangan dirinya sendiri,” ujar Ephorus menutup seruan iman itu.

🌿 Seruan Iman dan Keadilan Ekologis

HKBP menyerukan agar seluruh pihak — pemerintah, korporasi, dan rakyat — bersatu dalam tanggung jawab ekologis.
Gereja tidak akan diam di tengah penderitaan bumi dan rakyatnya.
HKBP menegaskan bahwa iman sejati bukan hanya di mimbar, tetapi juga di hutan, di sungai, dan di ladang yang terancam dirampas.

“Keberimanan sejati tidak diukur dari tinggi menara gereja, tapi dari seberapa dalam kita menjaga bumi ciptaan,” tambah Ephorus dengan nada menggugah.

⚖️ Suara Sahabat Perjuangan: Nurani yang Tidak Bisa Dibungkam

Menyambung seruan iman itu, PH Joice Hutagaol, SH dan Jumeida Hutauruk, SH — dua pengacara perempuan tangguh yang dikenal aktif membela hak-hak masyarakat adat dan korban perampasan lahan — menyampaikan bahwa seruan Ephorus HKBP adalah suara kenabian yang lahir dari luka rakyat.

“Apa yang dikatakan Ephorus bukan hanya doa, tapi jeritan tanah yang menuntut keadilan. Setiap pohon yang tumbang, ada sejarah yang ikut roboh,” ungkap Joice Hutagaol, SH, dengan mata yang menyala oleh keyakinan.

Sementara itu, Jumeida Hutauruk, SH menegaskan bahwa gereja dan masyarakat sipil harus berdiri di garis depan perlawanan terhadap mafia tanah dan perusak lingkungan.

“Kami tidak akan diam. Tanah adalah ibu, bukan komoditas,” tegasnya.

Dari barisan aktivis rakyat, Johan Merdeka, Ketua Komite Revolusi Agraria (KRA), menambahkan bahwa pihaknya siap bersinergi dengan HKBP untuk mendorong reforma agraria sejati di Sumatera Utara, termasuk penyelesaian konflik-konflik lahan eks HGU PTPN yang selama ini tak kunjung tuntas.

“Keadilan agraria bukan utopia, tapi perintah konstitusi. Jika negara diam, rakyat harus bersuara,” kata Johan Merdeka lantang.

Tanah, Air, dan Iman

Tanah ini kudus, jangan biarkan keserakahan menindas kesuciannya.

Ketika pohon terakhir tumbang, doa pun kehilangan bayangan.

Air Danau Toba bukan sekadar genangan, tapi cermin jiwa Batak yang sedang terluka.

Hutan yang gundul adalah altar yang runtuh.

Siapa merampas tanah, ia sedang mencuri masa depan anaknya sendiri.

Udara kotor adalah tanda iman yang berdebu.

Bumi bukan warisan leluhur, melainkan titipan anak cucu.

Ikan mati di Danau Toba adalah airmata alam yang tidak lagi mampu bicara.

Tanah longsor bukan sekadar bencana, tapi teguran langit bagi hati yang keras.

Ketika uang menjadi tuhan, pohon menjadi korban.

Sungai yang kotor adalah kitab suci yang dihapus manusia serakah.

Setiap batang pohon yang ditebang tanpa nurani adalah doa yang diputus sebelum “amin”.

Bila hukum diam terhadap perampasan lahan, maka keadilan telah dikubur di akar pohon terakhir.

Udara yang bersih adalah pujian paling tulus kepada Sang Pencipta.

Perampasan tanah bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi penghinaan terhadap kasih Allah.

Tanah Batak menangis bukan karena hujan, tapi karena luka di tubuhnya.

Kerakusan manusia adalah iblis paling nyata di muka bumi.

Alam tidak membalas dendam, ia hanya mengembalikan apa yang manusia tanam.

Menyelamatkan bumi adalah liturgi tertinggi iman.

Ketika gereja bicara tentang keadilan ekologis, surga pun menunduk dalam restu.

🌏 Penutup: Gereja, Hukum, dan Rakyat Bersatu untuk Bumi yang Lebih Adil

Seruan Ephorus HKBP, gema suara pengacara rakyat, dan tekad aktivis agraria, kini berpadu menjadi panggilan kebangkitan moral Sumatera Utara.
Tanah Batak bukan sekadar wilayah geografis — ia adalah jiwa, sejarah, dan perjanjian kasih antara manusia dan Tuhan.

Selama masih ada rakyat yang berani bersuara untuk bumi, keadilan belum mati.
Dan selama gereja masih berani berpihak pada yang lemah, harapan akan selalu lahir dari tanah yang luka.
(Nurlince Hutabarat S.Pd)srisahati)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *