Perlakuan Tarif Perpajakan Pasca Tarif Final 0.5%
Oleh:Yessika C Sihombing, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Noktahsumut.com, MEDAN
Arthur T. Vanderbilt seorang pembaharu peradilan dari Amerika (1888-1957) menyebutkan “Taxes are the lifeblood of government and no taxpayer should be permitted to escape the payment of his just share of the burden of contributing thereto”.
Yang secara prinsip mengatakan bahwasanya pembayar pajak tidak akan dibiarkan lolos dalam kewajiban perpajakannya. Demikian halnya Wajib Pajak yang sebelumnya menggunakan tarif PPh Final 0.5% sesuai PP 55 Tahun 2022, yang karena batas waktu, regulasi, atau memilih menggunakan tarif umum tetap diwajibkan membayar Pajak Penghasilan sesuai ketentuan.
Simpang siur perpanjangan penerapan tarif PPh Final 0,5% terus berkumandang tanpa henti, namun tetap kita mengacu pada Lex scripta, yaitu ketentuan yang tertulis dan yang masih berlaku.
Memilih Tarif Umum
Sebagaimana kita ketahui, pengenaan PPh Final 0,5% dari peredaran bruto tertentu dalam setiap bulannya.
Peredaran bruto merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis.
Adakalanya pelaku usaha yang penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu (disebut Pelaku Usaha UMKM) tidak memilih pengenaan PPh Final dengan tarif 0,5%.
Biasanya keputusan ini diambil ketika pelaku UMKM baru merintis usaha atau baru menjalankan perusahaannya atau mengalami kerugian. Keuntungannya adalah pelaku UMKM dapat mengompensasi kerugiannya di dalam SPT Tahunan menggunakan perhitungan perpajakan sesuai ketentuan umum.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pelaku UMKM wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada DJP melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat pelaku UMKM terdaftar. Pemberitahuan tersebut dapat disampaikan baik secara langsung, melalui pos, atau secara elektronik dengan bentuk/format pemberitahuan yang sudah ditentukan dan dilakukan paling lambat pada akhir Tahun Pajak.
Perubahan Mekanisme Pembayaran Pajak
Jika sebelumnya Wajib Pajak melakukan pembayaran PPh Final 0,5% dari omset setiap bulannya dengan mengajukan pemberitahuan untuk menggunakan tarif umum atau batas waktu yang habis, maka penghitungan besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 wajib diberlakukan seperti Wajib Pajak baru.
Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru terdaftar pada suatu Tahun Pajak, termasuk Wajib Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pengambilalihan usaha dan/atau perubahan bentuk badan usaha.
Artinya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru Tahun Pajak berjalan ditetapkan nihil.
Contoh:
PT. XYZ terdaftar ditahun 2024 dan melakukan pembayaran setiap bulannya sepanjang tahun 2024 berdasarkan omset yang diterima dikali 0,5%. Di bulan September 2024 Wajib Pajak mengajukan pemberitahuan secara tertulis ke KPP berstatus pusat terdaftar sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164 Tahun 2023. Maka tahun 2025 Wajib Pajak disebut sebagai Wajib Pajak Baru dan angsuran PPh Pasal 25 ditetapkan nihil sepanjang tahun 2025. Pada saat pelaporan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2025 yang disampaikan pada tanggal 30 April 2026, jika perusahaan memiliki penghasilan neto maka ada potensi kurang bayar (PPh Pasal 29), Rabu (3/12/2025)
Sehingga sejak Masa Pajak April 2026 Wajib Pajak akan melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 sesuai perhitungan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2025 yang telah disampaikan.
Penutup
Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin kompleks sistem perpajakan maka akan mengakibatkan kepatuhan semakin rendah. Namun sebaliknya, semakin sederhana suatu sistem perpajakan maka dapat dipastikan akan semakin tidak adil kepada beberapa Wajib Pajak.
Tetapi semangat yang disampaikan reformator keadilan khususnya perpajakan Arthur T. Vanderbilt diawal tulisan melegitimasi bahwa walaupun sepanjang tahun 2025 Wajib Pajak tidak melakukan pembayaran pajak, namun tetap diperhitungkan saat Wajib Pajak UMKM memilih serta menyampaikan pemberitahuan untuk dikenai pajak berdasarkan ketentuan umum Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Hal tersebut sesuai dengan contoh yang disampaikan sebelumnya, yaitu membayar PPh Pasal 29 yang merupakan pajak ditahun 2025, yang dibayar pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2025. (JBR/15)
